BUKU TAMU

Senin, 26 Oktober 2009

Pengaruh Iman dan Kufur pada Kebahagiaan dan Kesengsaraan Abadi

Apakah iman dan amal saleh merupakan dua faktor yang masing-masing secara mandiri dapat mendatangkan kebahagiaan abadi? Ataukah kebahagiaan ini merupakan hasil perkalian dari kedua-duanya sekaligus, dimana salah satunya tidak berarti apa-apa dalam mendatangkan kebahagiaan bila terlepas dari yang lainnya? Pertanyaan senada juga bisa diangat mengenai kekufuran (lawan iman) dan maksiat. Yakni, apakah masing-masing kekufuran dan maksiat merupakan dua faktor yang secara terpisah dapat menyebabkan siksa abadi? Ataukah siksa abadi ini terjadi akibat gabungan dua faktor tersebut?. Lalu, berdasarkan pertanyaan kedua, jika manusia hanya memenuhi iman saja, atau amal saleh saja, maka apakah akibat dan resiko yang kelak akan ia hadapi? Begitu pula jika seseorang bersikap kekufuran saja, atau ia hanya melakukan maksiat, apakah yang akan terjadi ke atas dirinya? Kemudian apabila seorang mukmin melakukan dosa-dosa yang begitu banyak, atau seorang kafir melakukan kebajikan yang sangat banyak, apakah kelak ia akan bernasib bahagia ataukah bernasib celaka? Pada kedua bentuk pertanyaan terakhir, apabila seseorang hidup pada suatu saat dalam keadaan konsisten pada keimanan dan amal saleh, dan pada saat lain ia mengambil sikap kufur atau berbuat maksiat, apakah akhir hidup yang akan dijumpainya?

Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas telah dibahas sejak abad pertama Hijriah. Di dalam masyarakat Islam, kaum Khawarij berkeyakinan bahwa melakukan maksiat merupakan faktor yang cukup dan mandiri dalam mendatangkan kesengsaraan abadi. Menurut mereka, perbuatan maksiat malah akan mengakibatkan kekufuran dan kemurtadan. Kelompok lain seperti Murji'ah berkeyakinan bahwa hanya imanlah yang akan membentuk kebahagiaan abadi. Adapun perbuatan maksiat sama sekali tidak mengancam kebahagiaan seorang mukmin. Yang perlu dikatakan di antara dua keyakinan ekstrim itu ialah bahwa tidak setiap maksiat itu menyebabkan kekufuran dan kesengsaraan abadi. Meskipun bisa saja akibat menumpuknya dosa, maksiat tersebut akan menyebabkan tercabutnya iman. Dari sisi lain, tidak benar pula jika dinyatakan bahwa sekedar iman akan mengakibatkan diampuninya segala dosa dan maksiatnya, dan dengan hanya imanlah maksiat itu tidak berarti apa-apa.

Iman merupakan kondisi hati dan jiwa yang timbul dari pengetahuan tentang sesuatu dan kecondongan kepadanya. Iman itu bisa bertambah, bisa berkurang, tergantung pada lemah atau kuatnya kedua faktor tersebut, yaitu pengetahuan dan kecondongan. Seseorang yang tidak mengetahui atau menduga adanya sesuatu, ia tidak akan beriman kepadanya. Kendati demikian, pengetahuan tidaklah cukup untuk membangun keimanan di dalam diri seseorang, karena sangat mungkin apa yang diketahuinya atau konsekuensi-konsekuensinya bertentangan dengan keinginan dan kecondongannya, yaitu tatkala ia condong kepada apa yang bertentangan dengan pengetahuannya. Maka itu, ia tidak bersungguh-sungguh dan komit pada konsekuensi-konsekuensi pengetahuannya. Bisa jadi ia malah memutuskan untuk melakukan tindakan yang melawan pengetahuannya sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT. mengenai raja-raja Fir'aun:

Mereka itu mengingkarinya padahal hati mereka meyakininya karena kezaliman dan merasa tinggi." (QS. An-Naml:14)


Dalam menjawab Fir'aun, Musa as mengatakan,

Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan yang memelihara langit dan bumi. (QS. Al-Isra':102)

Sementara Fir'aun tidak juga beriman. Kepada rakyat ia berkata,

Aku tidak mengetahui adanya Tuhan selain dari aku sendiri.. (QS. Al-Qashas: 38)


Fir'aun hanya beriman pada saat-saat akan tenggelam di lautan. Ketika itu ia menyatakan,

Aku beriman bahwasanya tidak ada tuhan selain Tuhan yang diimani oleh Bani Israil.. (QS. Yunus: 90).


Telah kita ketahui bahwa "iman kepepet" seperti ini tidak akan diterima, walaupun bisa saja diberi nama iman. Dengan demikian, iman itu terkait erat dengan kecondongan hati dan usaha bebas. Berbeda dengan pengetahuan yang dapat diperoleh tanpa adanya kebebasan di hadapan objek (maklum). Dari sinilah kita dapat menegaskan bahwa iman itu adalah usaha hati secara bebas. Dan, jika kita perluas pengertian usaha dan perbuatan sampai mencakup perbuatan-perbuatan hati, kita dapat menganggap iman itu sebagai wujud konkret dari sebuah usaha dan perbuatan manusawi. Adapun kata al-Kufr (kekufuran), terkadang digunakan untuk menerangkan tidak adanya karakter iman. Yakni bahwa kufur itu berati ketiadaan iman, apakah ketiadaan iman itu akibat keraguan, jahl basith (kebodohan sederhana), atau karena jahl murakkab (kebodohan rangkap), atau pun timbul dari kecondongan yang menyimpang dari iman secara sengaja dan angkuh. Terkadang pula kufur itu digunakan dalam arti yang terakhir ini, yaitu kondisi keangkuhan dan pembangkangan. Atas dasar ini, kufur merupakan perkara konkret yang berlawanan dengan iman.

Dari ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat-riwayat, dapat kita pahami bahwa batas minimal dari iman yang mesti dipenuhi oleh seseorang untuk meraih kebahagiaan yang abadi ialah iman kepada Allah Yang Esa, pahala dan siksa akhirat, dan iman kepada kebenaran apa yang dibawa oleh para nabi as konsekuensi dari iman ini adalah kesungguhan dan tekad secara global untuk mengamalkan ajaran-ajaran Ilahi dan hukum-hukum-Nya. Adapun derajat iman yang tinggi khusus bagi para nabi dan wali Allah SWT. Sementara, batas awal dari kekufuran ialah mengingkari Tauhid, Kenabian, Ma'ad, atau ragu terhadap kejadiannya, atau mengingkari pesan dan hukum para nabi yang sudah diketahui kedatangannya dari sisi Allah SWT. Sedangkan batas terbawah dari kekufuran adalah pengingkaran secara terang-terangan terhadap suatu perkara setelah menyadari kebenarannya, dan bertekad untuk memerangi agama yang hak. Dari sinilah syirik (mengingkari tauhid) termasuk salah satu tipe konkret dari kekufuran. Adapun nifaq ialah kekufuran di dalam batin dan secara rahasia yang dibarengi dengan penipuan dan pura-pura muslim. Munafik (kafir yang laten) itu lebih busuk dari seluruh tipe kekufuran sebagaimana firman Allah SWT,

Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di neraka yang paling bawah. (QS. An-Nisa': 145)


Yang perlu kami tekankan di sini adalah bahwa Islam atau kufur yang dibahas dalam pelajaran fikih dan yang menjadi subjek sebagian hukum-hukum Islam seperti: kesucian binatang sembelihan dan kehalalannya, bolehnya menikah dan berlaku tidaknya warisan, semua itu tidak berkaitan dengan iman atau kufur yang tengah kita bahas di dalam Usuluddin ini. Karena, bisa jadi seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat lalu ia wajib menjalankan hukum-hukum fikih Islam, tetapi hatinya tidak beriman pada kandungan tauhid, kenabian dan konsekuensi-konsekuensinya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika seseorang tidak mampu mengenal Ushuluddin, misalnya ia mengidap penyakit gila, tidak waras, atau ia tidak dapat mengetahui agama yang hak lantaran kondisi-kondisi yang melingkupinya, orang seperti ini akan diampuni sesuai dengan kadar uzur dan kelemahannya. Tetapi, jika ia memiliki kesiapan untuk mencari kebenaran, lalu ia lalai dan teledor sehingga tetap berada dalam keraguan, atau ia mengingkari Ushuluddin dan hal-hal yang gamblang dan penting dalam agama tanpa dalil yang jelas, tentu ia tidak akan dimaafkan, dan kelak akan diganjar siksa yang abadi.

Berdasarkan kenyataan bahwa kesempurnaan hakiki manusia itu terwujud dalam qurb Ilahi, dan bahwa terjerumusnya manusia akibat keterjauhan dari Allah SWT, dapat kita nyatakan bahwa iman kepada Allah SWT, kepada pengaturan-Nya secara cipta dan tinta yang menuntut keyakinan terhadap Kenabian dan Ma'ad, akan membentuk kesempurnaan hakiki seseorang. Adapun perbuatan yang diridai Allah SWT lebih merupakan cabang dan dan daun sebuah pokok, dan buah hasilnya adalah kebahagiaan abadi yang akan dijumpai di hari akhirat kelak. Dengan demikian, apabila seseorang tidak menyemaikan benih keimanan di dalam hatinya, dan tidak menanamkan pokok yang berkah ini, atau ia malah menaburkan benih-benih kekufuran dan maksiat yang beracun di dalam hatinya, sungguh ia telah menyia-nyiakan nikmat Ilahi yang diberikan kepadanya. Bahkan, ia menanam pohon yang mendatangkan buah zaqum jahanam. Orang yang menyimpang seperti ini tidak mendapatkan jalan kebahagian abadi yang dapat ditempuh. Sementara amal kebajikannya tidak melampaui batas-batas dunia ini.

Mengapa demikian? Pada hakikatnya, setiap perbuatan dan usaha bebas merupakan proses dan gerak ruh menuju satu tujuan yang diinginkan oleh pelakunya. Maka, seseorang yang yang tidak percaya akan alam akhirat yang abadi dan derajat qurb Ilahi, bagaimana ia akan dapat menyadari dan menatap akhirat dan Qurb Ilahi itu sebagai tujuannya, dan bagaimana ia akan mengarahkan usaha dan aktifitasnya itu searah dengan tujuan tersebut? Tentu orang seperti ini tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan pahala abadi dari Allah SWT. Maksimal, amal kebajikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir hanya berpengaruh dalam meringankan siksa mereka saja. Karena, bisa jadi kebajikan itu akan melemahkan semangat pengingkaran dan penyembahan terhadap hawa nafsu.

Kita amati bahwa Al-Qur'an sangat menekankan adanya pengaruh dasari dan positif pada iman dalam menurunkan kebahagiaan abadi untuk seseorang. Di samping itu, Al-Qur'an menyebutkan puluhan ayat mengenai amal saleh setelah menyebutkan iman dalam satu susunan kalimat. Sebagian ayat menekankan bahwa iman itu merupakan syarat utama sehingga amal-amal saleh berperan dalam menciptakan kebahagiaan abadi. Allah SWT berfirman,

Dan barang siapa melakukan amal-amal saleh baik ia itu laki-laki ataupun wanita dan ia orang yang beriman, maka kelak ia akan masuk surga. (QS. An-Nisa': 124)


Ini dari satu sudut. Dari sudut lain, kita melihat bagaimana Al-Qur'an menyebutkan bahwa Allah SWT telah menyiapkan jahanam dan siksa abadi bagi orang-orang kafir, dan menilai amal perbuatan mereka itu batil dan tidak berarti sama sekali. Al-Qur'an mengumpamakan amal mereka itu bagaikan debu-debu yang beterbangan ketika tertiup angin kencang, sehingga tidak lagi tersisa sedikit pun. Allah SWT befirman,

Orang-orang kafir kepada Tuhannya, amal ibadah mereka laksana debu-debu yang ditiup angin kencang pada suatu hari dimana angin bertiup kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan di dunia ini. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh." (QS. Ibrahim: 18)

Dan Kami ajukan segala amal yang telah mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu-debu yang beterbangan." (QS. Al-Furqan: 23)


Di ayat lain, Al-Qur'an mengumpamakan amal kebajikan mereka bagaikan fatamorgana yang tampak dari kejauhan oleh mereka yang sedang kehausan, namun setelah didekati mereka tidak mendapatkan apa-apa sama sekali.

Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka itu laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga. Akan tetapi ketika ia mendatangi air itu ia tidak mendapati apa-apa sama sekali. Dan ia mendapati Allah disisinya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganya. (QS. An-Nur: 39)

Kemudian Allah SWT berfirman, Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam yang diliputi oleh ombak, yang diatasnya ombak pula, diatasnya lagi awan; gelap gulita yang tindih menindih, apabila ia megeluarkan tangannya, ia tidak dapat melihatnya. Dan barang siapa yang tidak diberi cahaya petunjuk oleh Allah maka ia tidak mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. An-Nur: 40)


Terdapat ayat-ayat yang menegaskan bahwa hasil perbuatan para penuntut dunia itu akan diberikan di alam dunia ini saja.Sementara di akhirat kelak, mereka tidak mendapat apa-apa, karena perbuatan mereka tidak lagi berarti bagi mereka sendiri. Allah SWT berfirman,

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.? (QS. Huud: 15-16)


Hubungan Imbal balik antara Iman dan Amal

Telah kita ketahui bahwa ada dua faktor utama sepanjang usaha meraih kebahagiaan dan kesengsaraan abadi, yaitu iman dan kufur. Hanya iman yang kokoh dan istiqamahlah (konsisten) yang menjamin kebahagiaan abadi, walaupun perbuatan dosa itu mengakibatkan sebagian siksa. Dari sisi lain, kekufuran yang terus menerus mengakibatkan kesengsaraan abadi. Dengan kekufuran, tidak ada amal kebaikan apapun yang berpengaruh pada pencapaian kebahagiaan abadi. Juga telah kita ketahui bahwa iman dan kufur itu bisa bertambah, bisa juga berkurang. Dan sangat mungkin bertumpuknya dosa itu menyebabkan hilangnya iman dari pelakunya. Demikian pula, amal-amal kebaikan dapat menyebabkan lemahnya akar-akar kekufuran, bahkan mungkin dapat membuka jalan untuk meraih iman.

Perlu kami ulang bahwa iman adalah kondisi jiwa yang timbul atas dasar pengetahuan dan kecenderungan. Iman ini menuntut sang mukmin agar bertekad dan berkehendak secara global untuk komitmen pada konsekuensi-konsekuensinya, juga menuntut agar melakukan perbuatan yang sesuai dengan imannya. Oleh karena itu, seseorang yang mengetahui hakikat sesuatu, namun bermaksud untuk tidak mengamalkan konsekuensi dari pengetahuan itu, sebenarnya ia belum beriman kepada sesuatu itu. Begitu pula orang yang ragu untuk mengamalkannya. Allah SWT berfirman,

Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman". Katakanlah kepada mereka, "Kalian belum beriman, akan tetapi katakanlah bahwa kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.'" (QS. Al-Hujurat: 14).


Iman yang hakiki itu bertingkat-tingkat. Hanya, tidak setiap tingkat akan selalu mendesak pemiliknya untuk melakukan konsekuensi praktisnya. Karena iman yang lemah, sebagian dorongan hawa-nafsu dan nafsu amarah-nya menggiring dirinya kepada maksiat, meski tidak sampai membuatnya senantiasa berbuat maksiat dan melanggar seluruh konsekuensi iman tersebut. Tentunya, semakin kuat dan sempurna iman seseorang, semakin besar pengaruhnya untuk melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan keimanannya.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya, iman itu menuntut suatu perilaku yang menjadi konsekuensinya. Dan, kadar pengaruh iman itu tergantung kepada kuat-lemahnya iman tersebut. Juga, tekad dan kehendak seseorang itu dapat menentukan dirinya untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang dituntut oleh imannya.

Ada kalanya, usaha bebas itu baik dan sesuai dengan keimanan, ada kalanya tidak baik dan bertentangan dengan arah keimanan. Usaha baik akan berpengaruh positif dalam memperkokoh iman dan menerangi hati. Sedangkan usaha buruk akan menyebabkan lemahnya iman dan gelapnya hati. Oleh karena itu, usaha-usaha baik seorang mukmin, sebagaimana muncul atas dasar keimanannya, pada gilirannya akan bertambah dan meningkat karena kuat dan mapannya keimanan tersebut, akan membuka jalan, serta akan mendorongnya untuk melakukan usaha-usaha baik lainnya. Allah SWT berfirman,

Kepada-Nyalah kalimat-kalimat mulia itu naik, sedang amal saleh itu mengangkatnya. (QS. Fathir: 10).


Juga di tempat lain, Al-Qur'an menekankan bahwa orang-orang yang saleh itu senantiasa bertambah iman, cahaya dan hidayah di dalam jiwa-jiwa mereka. Dari sisi lain, seseorang yang membiarkan hasratnya bertentangan dengan tuntutan imannya dan mendorongnya untuk melakukan cara-cara yang buruk, sementara kekuatan imannya tidak dapat membentung dorongan buruk tersebut, bisa jadi imannya menjadi semakin lemah, sedangkan peluang untuk melakukan dan mengulangi perbuatan buruk semakin terbuka baginya. Apabila kondisi semacam itu berlangsung terus pada diri seseorang, akan menyebabkannya melakukan dosa-dosa besar dan mengulanginya, sehingga secara berangsur dosa-dosa itu akan menyeretnya kepada kekerdilan dan kehinaan yang lebih dalam lagi, sampai akar imannya terancam usang dan berubah menjadi kekufuran dan kemunafikan. Pada ayat berikut ini Al-Qur'an menceritakan orang-orang yang perjalanannya itu membelot ke dalam kemunafikan:

Maka Allah menurunkan kemunafikan pada hati mereka sampai saatnya mereka menemui Allah, karena mereka itu telah mengingkari apa yang telah mereka ikrarkan kepada Allah dan karena mereka itu selalu berdusta. (QS. At-Taubah: 77)

Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu adalah siksa yang lebih buruk, karena mereka itu telah mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya. (QS. Ar-Rum: 10)


Dengan memperhatikan adanya hubungan imbal-balik antara iman dan amal, serta pengaruhnya dalam meraih kebahagiaan seseorang, kita dapat mengumpamakan kehidupan yang bahagia dengan sebuah pohon yang akar-akarnya adalah iman kepada Allah Yang Esa, kepada rasul, risalah dan syariatnya, kepada Hari Kebangkitan, pahala dan siksa Ilahi. Adapun pokoknya adalah kehendak dan tekad yang kuat untuk mengamalkan segala konsekuensi yang tumbuh dari akar-akar iman tersebut. Sedang dahan-ranting dan dunnya adalah amal-amal saleh tumbuh dari akar-akar yang sama melalui pokok tersebut. Maka, buah perkalian akar, pokok, dahan dan daun demikian ini adalah kebahagiaan yang abadi. Pohon yang tidak mempunyai akar tidak akan menumbuhkan dahan dan daun, serta tidak akan menghasilkan buah yang diharapkan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa keberadaan akar itu tidak selalunya melazimkan adanya dahan dan dedaunan yang sesuai, atau menghasilkan buah yang diharapkan. Mungkin saja dahan dan daun-daun sebuah pohon itu tidak tumbuh lantaran faktor-faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya, sehingga ia tercemari oleh berbagai macam hama. Bahkan, sangat mungkin faktor-faktor itu membuat pohon tersebut menjadi kering lalu mati. Tentu, tidak satu buah pun yang bisa diharapkan darinya. Begitu pula, apabila dahan, cabang dan pokok, atau bahkan akar pohon itu dipupuk secara tidak benar, malah mengakibatkan berubahnya pohon tersebut menjadi jenis lain. Inilah perumpamaan berubahnya iman menjadi kekufuran.

Alhasil, dapat dikatakan bahwa iman kepada hal-hal tersebut di atas itu merupakan faktor utama yang menentukan kebahagiaan hakiki seseorang. Hanya saja, sempurnanya pengaruh positif faktor ini amat tergantung kepada bahan-bahan pupuk dan konsumsi semestinya; yakni melakukan amal-amal saleh, dan merawatnya sehingga terlindung dari berbagai penyakit dan bahan-bahan pupuk yang membahayakan, dengan cara menjauhi maksiat. Demikian pula, meninggalkan kewajiban dan dan melakukan larangan dapat melemahkan akar keimanan, bahkan bisa membuatnya kering. Atau, percaya akan akidah-akidah yang sesat dan mazhab-mazhab yang menyimpang dapat mengubah esensi keimanan seorang mukmin.

Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu.



وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْئٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْئٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْئٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْئٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ (رواه الترمذي)

Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu niscaya mereka tidak dapat melakukannya keculai kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran.



Hadis di atas merupakan bagian dari hadis panjang yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi yang maknanya:

Dari Abul-?Abbas ?Abdullah ibn ?Abbas ?-semoga Allah meridoinya- ia mengatakan, ?Aku berada di belakang Rasulullah saw., beliau bersabda, ?Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon mohonlah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran.? (H.R. Tirmidzi).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. Bersabda,
?Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu; kenalilah Allah pada saat mendapat kemudahan niscaya Dia akan mengenalmu saat kamu mendapat kesulitan. Ketahuilah bahwa apa yang bukan jatahmu tidak akan mengenaimu dan apa yang menjadi jatahmu tidak akan salah sasaran. Ketahuilah bahwa pertolongan Allah bersama kesabaran; kelapangan ada bersama kesempitan; dan kemudahan ada bersama kesulitan.? (H.R. Al-Hakim dan Ahmad)

Inilah aqidah kaum mukmininin dan ini pula rahasia kekuatan kita dalam perjuangan. Orang-orang mukmin berjuang se-ihsan mungkin dan berikhtiar seoptimal mungkin. Dalam waktu yang sama mereka meyakini sepenuhnya bahwa tidak ada yang dapat mencederai dan mencelakakan mereka serta menghadang perjuangan mereka kecuali atas perkenan dan kehendak Allah serta dalam takaran-takaran dan kadar yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. tidak kurang tidak lebih. Karenanya, setelah membuat perencanaan yang matang dan optimistik, kerja yang profesional, dan langkah-langkah pengamanan antisipatif yang memadai, gerak perjuangan mereka tidak pernah terhenti karena adanya makar, rintangan, dan hadangan.

Memamg, tidak ada rehat dalam kamus makar dan tipu daya untuk menjegal laju dakwah dan memadamkan kebenaran. Kalaupun ada jeda, bukanlah untuk berhenti melakukan penghadangan melainkan dalam rangka meningkatkan intensitas, kualitas, dan efektifitas makar. Allah swt. mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya,

وَقَالَ الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا لِلَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا بَلْ مَكْرُ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُوْنَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا (سبأ 33)

?Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ?(Tidak), sebenarnya tipu daya (-mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.?? (Q.S. Saba? 34: 33)

Makar terhadap Penegak Dakwah
Sepanjang sejarah, para pionir atau penegak dakwah selalu menjadi incaran utama makar untuk memutus perjalanan sejarah kebenaran. Berbagai cara ?dari mulai yang paling halus hingga yang paling kasar dan keji sekalipun? dilakukan. Siapa lagi yang melakukannya jika bukan orang-orang yang merasa terancam kekuasaan, pengaruh, dan hegemoninya. Rasulullah saw. mengalami seluruh jenis makar itu. Makar yang halus antara lain berupa rayuan agar Rasulullah saw. mengusap-usap patung-patung dengan kompensasi orang-orang musyrik akan masuk Islam. Namun Allah swt. memperingatkan Rasulullah saw. dengan sangat keras,

?Dan sesungguhnya mereka hampir mamalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.? (Q.S. Al Israa? 17: 73-74)

Adapun cara-cara kasar dan keji diungkapkan dalam Al Quran,

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيُثْبِتُوْكَ أَوْ يَقْتُلُوْكَ أَوْ يُخْرِجُوْكَ وَيَمْكُرُوْنَِ وَيَمْكُرُ اللهُ وَاللهُ خَيْرَ الْمَاكِرِيْنَ (الأنفال 30)

?Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Qurais) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.? (Q.S. Al Anfal 8: 30)

Di kalangan salafussalih, tersebutlah nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ?rahimahullah. Ia beruangkali dijebloskan ke dalam penjara dan diancam hukum bunuh. Penyebabnya karena ia kritis terhadap penguasa zalim saat itu. Terkenallah ungkapan beliau dalam mensikapi makar itu, ?Apa sih yang hendak dilakukan musuh-musuhku terhadapku. Penjara bagiku adalah tempat khalwat (meneyendiri ?untuk bertaqarrub kepada Allah); pengasingan bagiku adalah rekreasi; dan kematian bagiku adalah syahadah (mati syahid).?

Makar terhadap Pengikut Dakwah
Bukan hanya para pimpinan (qiyadah) dakwah yang menjadi sasaran makar. Para pengikutnya pun tidak luput dari makar ini. Targetnya adalah agar mereka mencabut dukungan terhadap dakwah, mencabut keberpihakan kepada kebenaran, atau paling tidak terjadi za?za?atuts-tsiqah (kegoncangan kepercayaan) pada diri mereka terhadap gerakan dakwah dan segala misinya.

Kepada mereka ditebarkan berbagai tuduhan dan fitnah tentang pimpinan dan dakwah mereka. Tentu saja musuh-musuh Islam tidak bodoh hingga menyebar racun itu dengan tangannya sendiri. Mereka pasti meminjam tangan-tangan lain dan memanfaatkan bibit kedengkian yang sudah tersedia dalam dada sebagian orang. Ironisnya, ada kalangan muslimin yang terjebak dalam perangkap ini. Mereka bukan agen zionis atau AS. Akan tetapi sepak terjang mereka sangat selaras dengan dan mendukung kepentingan Zionis dan para penjajah atau penjarah. Langkah-langkah mereka menguntungkan dan memuluskan agenda-agenda penjajah.

Saat sebagian muslim sudah berpikir jauh untuk mengelola negeri milik sendiri dengan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya ?oleh orang-orang saleh dan bukan diserahkan kepada orang yang tidak beriman, tidak berakhlak, dan berperilaku merusak, terlebih lagi kolaborator Zionis? justru ada pihak yang tampak resah dan cemas. Lalu mereka membuat manuver-manuver yang ditujukan agar orang yang mendukung gerakan tersebut surut dari dukungannya. Mereka menutup mata dan telinga: sebetulnya siapa yang menjadi musuh besar umat Islam. Di sinilah arti penting sebuah peringatan yang mengatakan,

?Orang beriman itu berada di antara lima tantangan berat: orang mukmin yang mendengkinya; orang munafik yang membencinya; orang kafir yang terus memeranginya; hawa nafsu yang terus melawannya; dan setan yang menyesatkannya.?

Manakala hati sudah penuh kedengkian, akal sehat dan perilaku lurus sudah tidak tampak lagi. Ketika ada orang kafir yang membantai muslimin gara-gara memperjuangkan apa yang diyakininya sebagai kebenaran, yang pertama mereka persalahkan bukanlah orang-orang kafir yang membantai, justru mereka menyalahkan orang yang dibantai dan orang yang mengajaknya untuk melakukan perjuangan. Itulah buah yang aneh dari bibit yang bernama kedengkian. Siapa yang diuntungkan?

Allah Selalu Menjaga
Betapapun hebat dan dahsyatnya makar tersebut dengan didukung oleh para kolaboratornya ?secara sadar atau sekadar dimanfaatkan, tidak akan dapat mempengaruhi apa pun selain dalam batas yang sudah Allah tentukan. Rasulullah saw. telah sukses menyampain Islam tanpa terpengaruh makar-makat itu. Dan kalaupun ada yang terluka atau bahkan menemui ajal saat memperjuangkan kebenaran, itulah ajal yang sudah pasti. Andai pun ia tidak melakukan perjuangan, kematian akan datang dengan cara lain pada saat yang sama persis.

Karenanya, sikap terbaik bagi kita saat menghadapi segala makar, kedengkian, dan penghadangan terhadap dakwah dan para penegaknya adalah seperti yang telah dilantunkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan seperti yang didendangkan dalam sebuah syair oleh Ali ibn Abi Thalib ?semoga Allah meridoinya, ?Dari dua kematian yang mana aku lari? Dari kematian yang sudah Allah tetapkankah ?sehingga tak ada gunanya lari. Ataukah dari kematian yang belum Allah tetapkan ?sehingga tak perlu lari?? Wallahu a?lam

Keutamaan Menginat Allah

Banyak orang yang masih menganggap remeh kegiatan dzikir atau mengingat Allah. Mereka menganggap duduk diam sambil berzikir menyebut nama Allah sebagai suatu kegiatan yang sia sia dan hanya membuang waktu percuma. Ini terjadi karena sebagian besar manusia perhatiannya hanya tercurah pada kehidupan dunia. Sebagian besar manusia hanya fokus pada kehidupan jangka pendek, yaitu kehidupan dunia. Mereka merancang kehidupannya hanya sampai hari tua, seluruh perhatian dan aktifitasnya dicurahkan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup didunia. Mereka tidak peduli dengan kehidupan jangka panjang, bahkan mereka ragu dengan adanya kehidupan akhirat yang abadi dan pertemuan dengan Allah kelak.

Barang siapa yang mengharapkan berjumpa dengan Allah penguasa alam semesta, maka saat pertemuan itu pasti terjadi. Barang siapa yang tidak mengharap perjumpaan dengan Allah, maka di akhirat kelak dia tidak akan berjumpa dengan-Nya, kesenangan dan kegembiraan hidupnya didunia ini telah berakhir dengan datangnya kematian, diakhirat kelak ia akan dikumpulkan dilembah neraka, hidup kekal abadi selamanya disana.

Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Ankabut 5)



Sedikit sekali orang yang paham dan mengerti bahwa saat ini mereka sedang berada dalam perjalanan panjang yang tidak memiliki ujung, perjalanan panjang yang tidak ada akhirnya. Sebagian besar manusia hanya tahu bahwa perjalanan ini akan berakhir dengan datangnya kematian. Mereka tidak menyadari bahwa dibalik kematian mereka masih harus menempuh perjalanan panjang yang tidak pernah ada ujungnya, perjalanan panjang yang tidak pernah ada akhirnya. Mereka harus melalui alam barzakh, padang mahsyar, hari berhisab, selanjutnya hidup kekal abadi dilembah neraka atau ditaman syurga. Itulah perjalan panjang yang tidak pernah ada akhirnya.

Perjalanan panjang yang kita lalui didunia maupun akhirat penuh dengan halangan dan rintangan. Halangan dan rintangan itu akan menimbulkan berbagai penderitaan dan rasa sakit yang berkepanjangan. Kita butuh kekuatan ekstra untuk mengatasi berbagai halangan dan rintangan itu. Jika kita sanggup mengatasi berbagai halangan dan rintangan yang datang menghadang kita akan mengalamai kegembiraan dan kebahagiaan yang terus menerus.

Dengan ingat kepada Allah dan selalu berlindung pada-Nya kita akan mendapat kekuatan ekstra menghadapi berbagai halangan dan rintangan yang datang menghadang baik didunia maupun diakhirat. Orang yang selalu ingat pada Allah akan mendapat kemudahan dalam mengatasi berbagai halangan dan rintangan yang datang menghadang. Hal tersebut terjadi karena Allah selalu ingat dan memperhatikan keadaan orang yang selalu ingat pada-Nya, Dia selalu siap memberi pertolongan kepada orang yang selalu ingat pada-Nya. Firman Allah dalam surat Al Baqarah 152 :

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) -Ku. (Al Baqarah 152)

Ibadah Dzikrullah

Kegiatan Dzikrullah (mengingat Allah) adalah suatu aktivitas yang dapat memberikan kekuatan ekstra kepada kita dalam menghadapi berbagai masalah yang datang menghadang dalam hidup kita. Ada beberapa kegiatan dzikrullah yang diajarkan Rasulullah kepada kita antara lain , Sholat 5 waktu maupun sholat sunah, membaca Qur’an, membaca kalimat tahlil, tahmid, tasbih, takbir, Asma’ulhusna, membaca do’a , dan lain sebagainya.

Sholat dilakukan pada waktu dan cara yang telah ditetapkan, membaca Qur’an juga dianjurkan dilakukan dengan tartil dan berusaha memahami semua bacaannya pada waktu malam hari. Membaca tahlil, tahmid, tasbih, takbir dan berdo’a dianjurkan dilakukan setelah selesai mengerjakan sholat. Mengingat Allah dengan menyebut Asma’ulhusna dianjurkan dibaca setelah sholat atau pada waktu berdiri, duduk dan berbaring. Usahakan hati dan fikiran tidak pernah kosong dan sepi dari menyebut nama Allah, hadirkan Allah didalam hati dan fikiran setiap saat dimanapun berada. Selama hati dan fikiran selalu ingat dan menyebut nama-Nya, demikian pula Allah akan selalu ingat dan memperhatikan keadaan orang itu. Dalam hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Syaikhani dan Turmidzi dari Abu Huraira r.a Allah mengatakan :

” Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia ingat kepadaKu didalam hatinya, Akupun ingat pula kepadanya didalam hatiKu. Dan jika ia ingat kepadaKu dilingkungan khalayak ramai, niscaya Akupun ingat kepadanya didalam lingkungan khalayak ramai yang lebih baik. Dan jika ia mendekat padaKu sejengkal,Akupun mendekat pula padanya sehasta. Jika ia mendekat padaKu sehasta, niscaya Aku mendekat padanya sedepa. Dan jika dia datang padaKu dengan berjalan, maka Aku mendatanginya sambil berlari ”

Dalam surat Al Ahzab ayat 41-43 Allah mengingatkan orang yang beriman agar ingat kepada Allah dengan sebanyak banyaknya, dan bertasbih pada-Nya pada waktu pagi dan petang hari.

41- Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.

42- Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.

43- Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (AL Ahzab 41-43)

Manfaat nyata dari Dzikrullah:

Selalu ingat dan menyebut nama Allah setiap saat dan sepanjang waktu dikala berdiri, duduk dan berbaring merupakan gambaran nyata dari keimanan ,ketakwaan dan rasa tawakkal seseorang. Allah akan memperlihatkan menfaat dan efek nyata dari amalan dzikrullah seseorang dalam kehidupannya sehari hari hari antara lain:

1.
Mendapat ketenangan hati dan bebas dari perasaan jengkel,kecewa, sedih, duka, dendam dan stress berkepanjangan ( Ar Raad 28)
2.
Dikeluarkan Allah dari kegelapan (hidup yang penuh kesukaran, kesempitan,kepanikan, kekalutan ,kehinaaan dan serba kekurangan ) kepada cahaya yang terang benderang ( hidup bahagia,nyaman, aman, mulia, sejahtera dan berkecukupan). (Al Ahzab 43)
3.
Terpelihara dan terhindar dari melakukan perbuatan keji dan mungkar (Al Ankabut 45)
4.
Terpelihara dari kelicikan dari tipu daya syetan yang menyesatkan (An Nahl 99)
5.
Selalu mendapat jalan keluar dari berbagai kesulitan yang datang menghadang dan mendapat rezeki dari tempat yang tidak pernah diduga, serta selalu dicukupkan semua kebutuhan hidupnya ( At Thalaq 2-3)
6.
Dibukakan baginya pintu kemenangan, diampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang, ditambahkan baginya berbagai kenikmatan hidup, ditunjuki jalan yang lurus , dan diberi pertolongan dengan kekuatan yang dahsyat. ( Al Fath 1-3)
7.
Selalu mendapat perhatian istimewa dari Allah dimanapun ia berada , selama ia ingat pada-Nya (Al Baqarah 152)
8.
Terhindar dari beban hidup yang berat dan tidak sanggup dipikul serta terhindar dari siksa dan azab yang melampaui batas ( Al Baqarah 286)
9.
Diampuni segala dosanya, dihapuskan segala kesalahannya dan diwafatkan bersama orang yang berbuat kebaikan ( husnul khotimah) (Ali Imran 193)
10.
Mendapat kehidupan yang baik sampai datang ajal yang telah ditetapkan (Hud 3, An-Nahl 97)
11.
Dibalasi dan dilipat gandakan amal kebaikannya dengan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ( An Nahl 96-97)
12.
Selalu disertai Allah dimanapun mereka berada (Al Baqarah 153, Al Hadit 4)
13.
Mendapat pertolongan dari ribuan tentara malaikat dalam menghadapi berbagai hal dan masalah didunia maupun akhirat ( Ali imran 124-125, Fushilat 30-31)
14.
Dimudahkan semua urusannya dan diberi bimbingan menempuh jalan yang mudah (Al Lail 7, Al A’la 8 )
15.
Dibukakan baginya keberkahan dan pintu rahmat dari langit dan bumi (Al A’raaf 96)
16.
Diwafatkan dalam keadaan baik dan disambut oleh para malaikat dengan salam penghormatan ( An Nahl 32, Ar Raad 23-24, Al Ahzab 44 )
17.
Mendapat kehidupan yang baik selama masa menanti dialam barzakh ( Ali Imran 169)
18.
Memiliki wajah yang putih berseri dihari berbangkit ( Ali Imran 106-107)
19.
Memiliki wajah dan tubuh yang bercahaya terang dihari berbangkit ( Al Hadit 12-13 dan At Tahrim 8 )
20.
Menerima buku catatan amal dari sebelah kanan dan dimudahkan saat dihisab dan ditimbang semua amalnya (Al Haqqah 19-21 )
21.
Memiliki timbangan kebaikan yang lebih banyak dan berat (Al Qori’ah 6-7,Al A’raaf 8 )
22.
Diselamatkan Allah dari ganas dan panasnya api neraka (Maryam 72-73, Al Lail 17)
23.
Dimasukan kedalam taman syurga dan hidup kekal selamanya disana (Az zumar 73)

Betapa banyak manfaat yang didapat dari mengingat Allah sebagai mana disebutkan diatas , namun sayang…. sedikit sekali orang yang mau dan tertarik untuk melakukan kegiatan tersebut. Mudah mudahan setelah membaca berbagai keterangan diatas anda akan tertarik untuk melaksanakan ibadah dzikir mengingat Allah sepanjang waktu dikala berdiri, duduk dan berbaring. Mulailah berusaha menyisihkan waktu untuk duduk diam setelah sholat lima waktu atau pada waktu pagi dan malam hari , berzikir dengan menyebut Asma’ulhusna sebanyak banyaknya. Insya Allah anda akan merasakan berbagai manfaat sebagaimana disebutkan diatas, itu adalah janji Allah dalam Al Qur’an Dia tidak pernah mengingkari janji. Allah maha kuat dan pasti memenuhi semua janji-Nya. Janji Allah tidak pernah meleset.

205- Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

206- Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud. (Al-A’raaf 205-206)

 
Photography Templates | Slideshow Software